tutorial ilmu grafis indonesia

Blog Archive

Kamis, 17 Juni 2010

BROADCAST 2

Televisi konvensional analog mengirimkan gambar secara terus-menerus, 625 garis per-frame, 25 frame per detik, meskipun gambar yang dikirimkan tersebut adalah gambar diam. Sementara pada televisi digital, gambar dibagi-bagi kedalam segmen-segmen yg berisi elemen-elemen gambar terkecil yang disebut pixel. Pixel tersebut terbentuk dari bitstream yang mengandung informasi tentang posisi koordinat pixel pada gambar, serta level luminance dan chrominance-nya.

Segmentasi sebuah tayangan dimulai dari sebuah sample block (pixel block) berupa matrix titik 8×8, yang mempunyai reference value dalam bentuk time domain. Bentuk time domain yang sangat informatif ini menyatakan informasi level luminance dan chrominance setiap pixel (64 pixel). Sample block ini mempresentasikan area dari sebuah tayangan. Penerima televisi digital melakukan decoding pixel demi pixel dari digital message ini untuk membentuk kembali frame lengkap dengan hasil yang mendekati sempurna.

Televisi berwarna mencampur tiga warna dasar RGB (Red, Green, Blue) dengan porsi tertentu untuk menghasilkan warna-warna lain bagi mata manusia, dengan informasi luminance Y :

Y = 0.3 ER + 0.59 EG + 0.11 EB

Menimbang substansi pad sinyal televisi analog, konversi ke tv digital dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

- Composite coding

Digitalisasi sinyal video analog composite dengan sub-nyquist sampling, akan dihasilkan bitstream yang masih mengandung sifat-sifat sinyal input dimana tetap terdapat pengulangan (sequence) dari field tayangan.

- Component coding

Sebelum encoding, sinyal analog composite diuraikan terlebih dahulu menjadi informasi luminance, chrominance CR dan chrominance CB. Dengan demikian terjadilah colour coding yang independen, sehingga memungkinkan banyak option. Component coding dipergunakan untuk digitalisasi, walaupun membutuhkan lebih banyak data-rate namun dengan option-option tersebut bisa diusahakan reduksi data. Hal ini membuatnya menjadi pilihan karena menawarkan kualitas yang baik dengan data rate yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Sebagai konsekuensi dari konversi analog ke digital, model video digital ini mempunyai dua dimensi yaitu dimensi spatial dan temporal seperti gambar berikut.

clip_image001
Gambar 1. Dimensi Spatial dan Temporal pada sinyal video digital

Sinyal video component di-sample pada masing-masing scanning line-nya sehingga dihasilkan garis-garis yang tepat sejajar secara vertikal (vertically alligned). Cara sampling seperti ini disebut Orthogonal Sampling. Dalam format 4:2:2, sinyal luminance ( Y ) disampling dua kali lebih besar dibanding masing-masing sinyal crominance ( CB dan CR ).

s[k] = s(kTs) k Î {…, -1, 0 1, 2, 3,…}
clip_image003

1/fs = Ts ……sampling interval

Nyquist rate 2 fmax

Jumlah Sampel Y per total garis diperoleh dengan formula :

Y = fS / fH

dimana : fS = frekuensi sampling sebesar 13.5 MHz

fH = frekuensi scanning horizontal.

Sehingga untuk Standard NTSC 525/60 diperoleh Sampel Y sebanyak 858 ( 0 – 857 ) dan untuk Standard PAL 625/50 diperoleh Sampel Y sebanyak 864 ( 0 – 863). Untuk pengambilan sampel chrominance, frekuensi sampling-nya setengah dari frekuensi sampling untuk luminance, sehingga masing-masing Sampel CB dan CR berjumlah 429 ( 0 – 428 untuk 525/60 ) dan 432 ( 0 – 431 untuk 625/50 ).

clip_image005

Gambar 1. Garis-garis scanning pada sinyal televisi analog

Jumlah Sampel Y yang digunakan setiap garis dalam sebuah field di-standard-kan sebanyak 720 sampel ( No. 0 – 719 ) sehingga jumlah sampel CB dan CR masing-masing sebanyak 360 ( No. 0 – 359 ). Dengan demikian diperoleh jumlah sampel kombinasi sebanyak 1440 sampel. Artinya, terdapat sisa sampel untuk masing-masing standard yaitu 1716 – 1440 = 276 sampel pada format 525/60 dan 1728 – 1440 = 288 sampel. 1 sampel berarti 1 words yg berisi 10 bit data.

Sinyal video digital hasil sampel ini tidak membawa informasi tentang sinkronisasi ( H / V ) dari sinyal video analog. Informasi sinkronisasi ini dibawa oleh Timing Reference Signal ( TRS ) yg di sisipkan kedalam data stream pada setiap garis. TRS merupakan urut-urutan word 10-bit yang menjadi penanda awal dan akhir video data. Awal data ditandai dengan SAV ( Start of Active Video ) yang terdiri dari 4 word 10-bit hexadesimal dengan sequence yang tetap, yang berbeda dengan data active video. Sedangkan akhir data ditandai dengan EAV ( End of Active Video ) yang memiliki struktur yang sama dengan SAV. Struktur dari SAV dan EAV tersebut adalah sebagai berikut :

3FF 000 000 XYZ

Tiga word pertama merupakan awalan yang tetap yang membedakannya dari data Active Video. Nilai 3FF 000 ini disediakan untuk identifikasi timing sehingga vertical alignment garis per garis dapat dilakukan. XYZ merepresentasikan word variabel yang dapat diisi dengan informasi tentang identifikasi field dll.

Posisi Timing Reference Signal ( TRS ) dalam stream data digambarkan pada gambar 1. untuk kedua standard scanning. Gambar 1.a untuk standard 525/60 dan gambar 1.b untuk standard 625/50.

clip_image007

Seperti terlihat dalam gambar, pada format 525/60, word bernomor 1440 sampai 1443 digunakan untuk EAV dan word bernomor 1712 sampai 1715 disediakan untuk SAV. Begitu pula untuk format 625/50, word bernomor 1440 sampai 1443 untuk EAV dan 1724 sampai 1727 untuk SAV. Word-word yang tersisa ( 1444 – 1711 pada format 525/60 dan 1444 – 1723 pada format 625/50 ) yang disebut sebagai blanking space dapat digunakan untuk data jenis lain, misalnya 16 channel audio digital, time code dsb

Di kutip dari

http://teknikpenyiaran.wordpress.com/2009/03/17/digital-tv-sampling-process/

0 komentar:


proses pembuatan film transformer 3

as




  © Blogger templates Adipati Wahab by "ARJENG" 2011